TIMESINDONESIA, MALANG – Memaknai rangkaian jelang Hari Disabilitas Internasional (HDI) pada 14 Desember 2021 mendatang, sejumlah perempuan yang tinggal di kaki Gunung Wedon Lawang mendapatkan pelatihan membatik dengan teknik Shibori.
Teknik mewarnai kain ala Jepang sejak abad ke-8 itu nampak mudah dipraktekkan oleh para anggota PKK tersebut. Selanjutnya, mereka juga tentu mendapatkan teori dari tim wirausaha batik Omah Difabel, mereka mulai melipat dan mengikat kain dengan teknik tertentu, lalu memberinya warna.
Pelatihan batik Shibori yang difasilitasi oleh Omah Difabel Lingkar Sosial Indonesia (LINKSOS) bekerjasama dengan KKN Kemanusiaan Prodi Menejemen Universitas PGRI Kanjuruhan Malang, serta dalam koordinasi Perhutani melalui KRPH Wonorejo dan Pemerintah Desa Turirejo.
Omah Difabel merupakan bengkel produksi Lingkar Sosial Indonesia (LINKSOS). Selain memproduksi batik, keset, telor asin, dan beberapa kegiatan wirausaha lainnya, bengpro juga memberikan pelatihan keterampilan kepada difabel dan masyarakat luas.
“Kegiatan pelatihan batik ini merupakan rangkaian dalam peringatan Hari Disabilitas Internasional (HDI) 2021 di regional Jatim,” ujar Pembina LINKSOS, Kertaning Tyas, Selasa (7/12/2021).
Dipilihnya Dusun Turi yang notabene terletak di kaki Gunung Wedon sebagai lokasi kegiatan, yakni sebagai program berkelanjutan penghijauan di bukit berketinggian 660 mdpl ini. LINKSOS dan jaringannya, diantaranya beberapa perguruan tinggi, sekolah, PPBI dan Pramuka melalukan seragkaian kegiatan penghijaun pohon secara bertahap. Sejak Oktober 2020 diakumulasi telah tertanam sekitar 850 batang dari 1000 pohon yang telah direncanakan.
Didalam kegiatan tersebut juga memuat pendekatan masyarakat untuk program edukasi tentang disabilitas dan inklusi, pelestarian lingkungan dan tameng ekologi Gunung Wedon serta pengembangan desa inklusi. Maka anggota PKK disela pelatihan batik juga bertahap memperoleh materi tentang disabilitas dan kesadaran inklusi serta lingkungan hidup.
“Kegiatan semacam ini memuat makna inklusifitas yang sesungguhnya untuk inklusi tidak harus kegiatan masyarakat umum yang melibatkan difabel, melainkan kegiatan difabel yang melibatkan masyarakat,” ungkapnya.
“Juga sekaligus kampanye hapus stigma bahwa difabel yang biasanya dinilai tidak produktif dan menjadi beban lingkungan, faktanya di Omah Difabel mereka produktif bahkan memberikan manfaat bagi masyarakat umum,” imbuhnya.
Perlu diketahui, desa inklusi merupakan sistem pemerintahan desa yang mengakomodasi hak semua warganya tanpa terkecuali, termasuk penyandang disabilitas. Salah satu haknya adalah keterlibatan dalam proses pembangunan desa. Desa inklusi dapat dimaknai sebagai desa yang mampu menerima keberagaman secara positif hingga memberikan layanan dan ruang yang aksesibel bagi semua orang.
Untuk di Jawa Timur sendiri, sejak tahun 2019, LINKSOS telah mengembangkan desa-desa inklusi ini di beberapa wilayah, yakni di Kabupaten Malang dan juga Kabupaten Pasuruan.
“Ini belum bisa optimal dijalankan, sebab kurangnya pengetahuan penyelenggara pemerintah maupun masyarakat tentang pembangunan partisipatif. Terutama di kelompok-kelompok rentan penyandang disabilitas,” tuturnya.
LINKSOS sendiri berharap, strategi edukasi dengan merangkul masyarakat dapat efektif membangun pemahaman yang lebih baik tentang disabilitas dan inklusi. Khususnya tentang pelatihan batik yang akan menjadi program keberlanjutan PKK Desa Turirejo.
“Berjejaring dengan kelompok-kelompok mahasiswa, LINKSOS siap memberikan pelatihan-pelatihan keterampilan, menfasilitasi permodalan bersama badan zakat dan swasta, serta pendampingan wirausaha,” pungkasnya. (*)